4 April




 4 April, 1972.


Lahirnya bayi perempuan pertama disebuah keluarga kecil yang harmonis.

Yang kemudian menjadi sosok anak yang harus dipaksa kuat oleh keadaan karena ditinggalkan sang Ibu setelah melahirkan 3 anak lainnya.

Berdiri di kaki sendiri membimbing adik-adiknya, dipaksa dewasa oleh keadaan.


1 April, 1992.


Menemukan cinta sejati.

Janji suci di ikrarkan. 

Memiliki tempat untuk bersandar, berkeluh kesah, dan berbagi banyak hal lainnya.

Memiliki keluarga besar yang bahkan sulit untuk diingat nama-namanya.



9 Februari, 1993.


Melahirkan anak bayi laki-laki pertama dalam keluarga kecilnya yang bahagia. 

Kedatangan anak laki-laki pertama yang semakin membuat keluarga kecil ini harmonis.


Namun dibeberapa tahun kemudian harus kehilangan anak ke-2 nya.

Mari berdoa sejenak.



30 Juni, 1999.


Kembali melahirkan anak ke-3 yang sudah ditunggu-tunggu selama beberapa tahun, berjenis kelamin perempuan dengan bobot nyaris 4kg.

Merasa lengkap sudah kebahagiaan keluarga kecil ini.


Setiap harinya dilalui dengan selalu berbagi cerita.

Bahkan malam sebelum tidur pun, ada saja dongeng yang harus diceritakan.

Tidak pernah lelah, juga tidak pernah bosan mendengarkan ataupun didengarkan. 


Suara nya yang selalu memanggil nama anak-anaknya selalu terngiang.

“Fredy, bangun. Salat!” setiap kali membangunkan anak laki-laki pertamanya dari bawah anak tangga, karena terlalu malas untuk naik ke kamar atas. Pun sang adik, hanya selalu berteriak dari bawah jika harus membangunkan sang kakak.

“Nanda, pulang. Salat dulu! baru main lagi” begitu setiap kali memanggil anak terakhirnya yang senang bermain di luar.


Namun, beberapa tahun kemudian tidak ada lagi teriakan seperti itu. Bahkan untuk sekadar menyebut nama anaknya pun sulit dilakukan. Padahal permintaan anak perempuannya untuk yang terakhir kalinya hanya satu, ingin namanya bisa terucap kembali dari mulut sang Mama sebelum benar-benar tidak bisa lagi mendengarkan suara itu.


Namun nihil, sampai detik terakhir, tidak ada suara yang didengar oleh anak perempuan tersebut. Sang mama pergi dengan keheningan malam diantara ayat-ayat suci yang sedang dilantunkan. 


Ingin menolak dan tidak mau menerima keadaan tapi tidak bisa semaunya seperti ini.


-


Seberapa hebatnya aku memohon, kau takkan pernah kembali.

Sebuah temu takkan pernah tergambar lagi.

Namun satu, sebuah senyum tersirat setiap ingat semua tentang pengorbananmu.

Tenang dan bahagialah di Surga-Nya, ma.

Aku tetap berada di sini yang selalu merindukanmu dan melangitkan seluruh rinduku di malam hari.

Membiarkan rindu dan doa menyatu di langit-Nya.

Selamat tanggal 4 April.

Selamat ulang tahun, Mama

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Meromantisasi Kesedihan

Kenapa Kau Mencintainya?

Untukmu yang Memutus Hubungan dan Komunikasi